SABANG – Transformasi digital di Aceh terus menunjukkan perkembangan pesat. Data terbaru Bank Indonesia (BI) Perwakilan Aceh mencatat, hingga September 2025 sebanyak 698 ribu warga Aceh telah aktif menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) sebagai alat pembayaran digital, dengan nilai transaksi mendekati Rp2 triliun.
Deputi Kepala BI Perwakilan Aceh, Hertha Bastiawan, mengatakan capaian ini menandakan semakin kuatnya fondasi ekonomi digital di Tanah Rencong.
“Hingga September 2025, pengguna QRIS di Aceh mencapai 698 ribu orang dengan 230 ribu merchant terdaftar. Frekuensi transaksi tercatat 18,35 juta kali dengan nilai hampir Rp2 triliun,” ujarnya usai membuka Forum Komunikasi Mitra Jurnalis Bank Indonesia Aceh di Sabang, Selasa (4/11/2025).
Menurut Hertha, capaian tersebut merupakan hasil kerja bersama antara BI Aceh dan pemerintah daerah dalam mendorong literasi serta adopsi sistem pembayaran digital di berbagai sektor — mulai dari perdagangan, pariwisata, hingga layanan publik.
“Kami gencar mengedukasi masyarakat karena di balik transaksi digital terdapat kemudahan dan efisiensi nyata. Ini yang terus kami dorong agar semakin banyak masyarakat dan pelaku usaha yang beralih ke transaksi non-tunai,” jelasnya.
Ia menambahkan, semakin mudah sistem pembayaran digital, semakin tinggi pula minat masyarakat untuk bertransaksi menggunakan QRIS.
“Kemudahan ini membuat masyarakat nyaman berbelanja tanpa uang tunai, sehingga volume dan frekuensi transaksi terus meningkat,” katanya.
Hertha juga menilai, meningkatnya kunjungan wisatawan ke Aceh menjadi salah satu faktor pendorong naiknya transaksi digital.
“Wisatawan umumnya jarang membawa uang tunai. Mereka lebih memilih pembayaran lewat QRIS. Selama merchant di lokasi wisata menyediakan kode QRIS, otomatis transaksi meningkat,” ujarnya.
Fenomena tersebut, lanjut Hertha, menunjukkan bahwa digitalisasi bukan hanya mempermudah transaksi, tetapi juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, terutama sektor pariwisata dan UMKM.
Untuk memperluas jangkauan QRIS, BI Aceh terus berkolaborasi dengan berbagai bank penyedia layanan sistem pembayaran digital.
“Kami bekerja sama dengan perbankan untuk memperbanyak merchant QRIS di lapangan. Sosialisasi rutin juga terus dilakukan agar semakin banyak pelaku usaha yang memahami manfaat QRIS,” tambahnya.
Meski begitu, Hertha mengingatkan masyarakat agar tetap waspada dalam bertransaksi digital.
“Pastikan keaslian kode QRIS sebelum melakukan pembayaran. Saat memindai, periksa apakah nama yang muncul di aplikasi sesuai dengan stiker merchant. Jika berbeda, bisa jadi itu indikasi penipuan,” tegasnya.
“Dan perlu diingat, QRIS hanya bisa di-scan melalui aplikasi mobile banking, bukan kamera ponsel biasa,” imbuhnya.
Hertha menilai lonjakan pengguna dan transaksi QRIS di Aceh merupakan sinyal positif bahwa masyarakat mulai beralih menuju ekonomi digital yang lebih modern, efisien, dan inklusif.
“Ini bagian dari transformasi besar menuju ekosistem pembayaran yang cepat, aman, dan mudah. Aceh sedang bergerak menuju masyarakat tanpa uang tunai, dan QRIS menjadi jembatan utamanya,” pungkasnya.
Dengan lebih dari 698 ribu pengguna aktif dan 230 ribu merchant, Aceh kini menjadi salah satu daerah dengan pertumbuhan digitalisasi transaksi tercepat di Sumatera.
BI Aceh optimistis, hingga akhir 2025, nilai transaksi digital di provinsi ini akan melampaui capaian tahun sebelumnya seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap manfaat sistem pembayaran digital.









