PIDIE — Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, menggelar pertemuan dengan para pemilik lahan garapan yang belum terselesaikan pembayaran ganti rugi tanam tumbuhnya di kawasan Jalan Tol Sigli–Banda Aceh seksi 1 Padang Tiji–Seulimuem. Pertemuan berlangsung di Warkop SPBU Gintong, Kecamatan Grong-Grong, Kabupaten Pidie, Rabu (29/10/2025).
Sebelum pertemuan dimulai, Wagub Fadhlullah terlebih dahulu meninjau sejumlah titik lokasi garapan masyarakat yang belum terbebaskan di ruas tol tersebut. Dalam peninjauan itu, Fadhlullah menemukan sejumlah fakta baru terkait permasalahan pembebasan lahan yang selama ini belum terungkap.
Pada pertemuan dengan warga, berbagai keluhan disampaikan masyarakat terkait alasan penolakan pembebasan lahan.
“Hari ini kami hadir lengkap bersama semua pihak terkait. Kami ingin mencari solusi terbaik agar pembangunan tol di seksi Padang Tiji–Seulimuem yang terkendala selama dua tahun bisa segera diselesaikan,” ujar Fadhlullah.
Usai mendengarkan aspirasi masyarakat, Wagub Fadhlullah memutuskan akan menggelar rapat lanjutan yang mempertemukan langsung warga dengan pengambil kebijakan di tingkat pusat, yakni Kementerian Kehutanan, Kementerian PUPR, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta melibatkan Kejaksaan Agung. Rapat dijadwalkan berlangsung pada Kamis (30/10/2025).
Sebelumnya, Project Director Tol Sigli–Banda Aceh dari PT Hutama Karya, Slamet, menjelaskan bahwa ruas tol Padang Tiji–Seulimuem masih membutuhkan pembangunan empat akses perlintasan tidak sebidang dan perbaikan tiga lereng tegak untuk memenuhi uji layak fungsional. Pekerjaan tersebut berada di atas 22 bidang tanah prioritas yang belum selesai proses ganti rugi tanam tumbuhnya.
Sementara itu, Camat Padang Tiji, Asriadi, menyebutkan bahwa lahan tanaman tumbuh yang dilintasi jalan tol berada di Gampong Pulo Hagu dan Gampong Jurong Cot Paloh.
Di Gampong Pulo Hagu terdapat 191 persil tanah, dengan rincian 23 bidang sudah dibayar, 60 bidang telah teken namun belum dibayar, dan sisanya belum setuju. Sedangkan di Gampong Jurong Cot Paloh dari 49 persil tanah, 19 bidang telah dibayar, 15 sudah teken namun belum dibayar, dan sisanya masih menolak.
Salah satu pemilik lahan, Ayah Musa Ibrahim, menyampaikan keberatannya terhadap nilai ganti rugi yang ditetapkan pemerintah karena dianggap terlalu rendah.
“Harga tanah kami dihargai hanya Rp10 ribu hingga Rp7 ribu per meter, bahkan ada satu persil yang hanya dinilai Rp17 ribu. Kami berharap pemerintah meninjau kembali agar nilainya lebih wajar,” ujarnya.
Ayah Musa menuturkan, dirinya telah mengelola lahan tersebut sejak tahun 1980-an. “Kami memiliki peta yang ditandatangani Bupati Diah Ibrahim pada masa itu, saat lahan ini kami gunakan untuk peternakan,” tambahnya.
Kepala Kejaksaan Negeri Pidie, Suhendra, menegaskan bahwa penetapan harga tanaman tumbuh dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku, bukan perkiraan semata. “Penetapan harga memiliki dasar perhitungan sesuai lokasi tanah dan jenis tanaman,” jelasnya.
Selain Wakil Gubernur Aceh, rapat tersebut turut dihadiri Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Joko Hadi Susilo, Wakil Bupati Pidie Alzaizi, unsur Forkopimda Aceh dan Pidie, Danrem Lilawangsa, Asisten I Sekda Aceh, para Kepala SKPA, Kepala BPN Pidie, serta sejumlah pejabat terkait.
Hadir pula Keuchik Gampong Pulo Hagu, Edi Safriadi, dan Keuchik Jurong Cot Paloh, Anwar.









