Hariandaerah.com Jakarta – Sidang dugaan kasus korupsi akuisisi kontraktor tambang batu bara PT Satria Bahana Sarana (PT SBS) oleh anak perusahaan PT Bukit Asam Tbk kembali masuk persidangan. Anak perusahaan PT Bukit Asam Tbk yang dimaksud yakni PT.Bukit Multi Investama (BMI). Sidang digelar Jumat, 26 Januari 2024, dengan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri (PN) Palembang adalah konsultan akuisisi.
Dua orang saksi yang dihadirkan dihadapan majelis hakim adalah Direktur investment PT Bahana Securities RE Rudy Widjanarka dan Managing Partner Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) Ruky, Safrudin dan Rekan, Rudi Muhamad Safrudin. Para saksi menyebut PT Satria Bahana Sarana (SBS) sangat layak diakuisi dalam rangka investasi PT Bukit Asam Tbk.
“Dalam sidang itu Rudi menjelaskan perbedaan antara akuisisi dan investasi. “Tidak semua investasi itu akuisisi. Tapi akuisisi itu pasti investasi,” kata Rudi saat dipersidangan, Senin (29/1/2024)
Ainuudin, selaku pengacara pemilik lama PT. SBS mengatakan, kliennya tidak terlibat terkait dengan proses persetujuan atau kajian yang dilakukan baik oleh PT Bukit Asam Tbk maupun PT BMI.
“Karena klien kami hanya merupakan pihak pemberi alih yang beritikad baik, atau sederhananya merupakan penjual yang bertikad baik,” ujarnya.
Dia percaya baik dari pihak PT Bukit Asam Tbk maupun PT BMI, sudah melakukan dan memenuhi prosedur yang dipersyaratkan dalam sebuah akuisisi cucu perusahaan plat merah tersebut.
Ainnudin juga mengaku heran terkait dengan perhitungan kerugian negara dari ekuitas negative, pada saat diakusisi yang sifatnya baru potensi. Padahal dari keterangan beberapa saksi, justru baik PT Bukit Asam Tbk maupun PT BMI yang diuntungkan dengan adanya akuisisi ini.
“Bahkan per tahun 2023 PT.SBS sudah mencatat untung ratusan miliar dengan ekuitas yang sudah positif sebesar Rp60 miliar,” ungkapnya.
Menurutnya, tuduhan mengenai kerugian negara yang sifatnya potensi ini, jelas bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Yang mana, menghilangkan kata ‘dapat’, pada ketentuan pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Bahkan kontribusi yang dilakukan oleh PT. SBS setelah diakusisi oleh PT BMI, jauh lebih besar melampaui perhitungan dari konsultan itu sendiri. Kasus dugaan korupsi tersebut menjerat lima terdakwa, yakni Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk periode 2011-2016 Milawarma dan mantan Direktur Pengembangan Usaha PT Bukit Asam Tbk Anung Dri Prasetya.
Lalu, Ketua Tim Akuisisi Penambangan PT Bukit Asam Tbk Saiful Islam, Analis Bisnis Madya PT Bukit Asam Tbk periode 2012-2016 yang merupakan Wakil Ketua Tim Akuisisi Jasa Pertambangan Nurtima Tobing (NT), dan pemilik PT SBS Tjahyono Imawan.
Mereka diduga merugikan negara (BUMN) sebesar Rp162 miliar dalam akusisi tersebut. Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumsel menyebut, dalam proses akuisisi PT SBS oleh PT Bukit Asam Tbk melalui PT BMI pada 2015, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan maupun peraturan internal PTBA, serta tidak menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG).
Sementara itu, Gunadi Wibakso yang merupakan kuasa hukum dari pihak 4 terdakwa lainnya mengatakan, langkah akuisisi PT SBS sendiri diklaim sebagai realisasi atas Program Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) PTBA Tahun 2013-2017.
Dalam RJPP perseroan periode 2013-2017, perusahaan tambang batubara milik negara dan salah satu pemegang izin usaha tambang batu bara terbesar nasional, PT Bukit Asam Tbk belum punya kontraktor tambang sendiri.
“Selama ini pekerjaan penambangan diserahkan ke perusahaan lain PT Pamapersada Nusantara (Grup Astra),” kata Gunadi, Selasa (30/1/2024)
PT Bukit Asam Tbk kemudian berstrategi mengembangkan nilai tambah perusahaan, dengan mengakuisisi perusahaan kontarktor tambang yang sudah ada seperti PT SBS. Gunadi mengklaim PT Bukit Asam Tbk justru mencatatkan laba yang signifikan paska akuisisi SBS.