Evaluasi Sistem Pendaftaran Siswa Baru, Menjaga Keadilan Akademis
Oleh: Nurmansyah
Belakangan ini, fenomena penerimaan calon siswa baru di berbagai lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta, memunculkan keprihatinan. Banyak calon siswa yang belum memiliki hasil ujian akhir atau ijazah resmi, namun sudah diperbolehkan mendaftar sebagai calon siswa baru. Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang keabsahan dan keadilan dalam sistem pendidikan kita, terutama terkait dengan regulasi yang berlaku.
Merujuk pada Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018, terdapat aturan jelas mengenai penerimaan peserta didik baru (PPDB) di tingkat Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Salah satu poin penting dalam regulasi ini adalah kewajiban bagi peserta didik untuk memiliki bukti hasil ujian akhir dan ujian semester sebagai syarat kenaikan kelas. Artinya, tanpa rapor yang menunjukkan kelulusan, siswa seharusnya tidak bisa melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi. Namun, praktik di lapangan menunjukkan bahwa banyak lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta, membuka pendaftaran lebih awal tanpa menunggu bukti kelulusan. Tindakan ini berpotensi menimbulkan masalah serius.
Pertama, penerimaan tanpa syarat bukti kelulusan dapat menciptakan ketidakadilan di kalangan calon siswa. Mereka yang telah berjuang keras dalam ujian untuk mencapai kelulusan akan merasa dirugikan. Sistem pendidikan yang seharusnya mendorong siswa untuk belajar dengan giat menjadi tidak relevan jika pendaftaran tidak mempertimbangkan prestasi akademis. Ini berpotensi menciptakan budaya di mana prestasi tidak lagi menjadi prioritas, merugikan siswa yang berusaha keras.