Iklan Diskopukm Aceh
Iklan Diskopukm Aceh

Pekerjaan Rekonstruksi Jalan Kalirejo–Pringsewu Rp12,96 Miliar Diduga Tak Sesuai Spesifikasi, Besi Tulangan Hanya Dipasang Parsial dan Tanpa Papan Proyek

Pekerjaan Rekonstruksi Jalan Kalirejo–Pringsewu Rp12,96 Miliar Diduga Tak Sesuai Spesifikasi, Besi Tulangan Hanya Dipasang Parsial dan Tanpa Papan Proyek IMG 20250705 WA0003
Pekerja tengah melakukan pengecoran beton pada proyek rekonstruksi Jalan Kalirejo–Pringsewu, namun tampak besi tulangan hanya terpasang di bagian tengah tanpa menyeluruh ke sisi samping. (Ist)

PRINGSEWU – Jalan provinsi yang menghubungkan Kalirejo–Pringsewu melalui ruas Podosari–Rejosari sedang dikerjakan.  Proyek ini merupakan bagian dari paket pekerjaan senilai Rp12,96 miliar yang tercantum dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) Pemerintah Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2025.

Berdasarkan sumber, pekerjaan tersebut mencakup beberapa segmen di wilayah Kabupaten Pringsewu dan Kalirejo.  Namun, dari total pagu tersebut, bagian pekerjaan yang berlangsung di ruas Podosari–Rejosari diperkirakan menyerap anggaran sekitar Rp8 miliar.  Estimasi ini didasarkan pada pembagian volume fisik antar wilayah dalam paket proyek yang sama.

” Anggaran 12,96 miliyar itu terbagi dua pekerjaan yaitu di Kalirejo dan di Pringsewu, “ungkap Sumber.

Fokus perhatian publik saat ini justru tertuju pada titik Podosari–Rejosari. Sorotannya bukan tanpa alasan.

Pertama, tidak ada papan informasi proyek. Bagi sebagian orang, ini mungkin hal sepele. Tapi dalam tata kelola proyek pemerintah, papan informasi adalah keharusan. Isinya bukan hanya nama proyek, tapi juga menjelaskan sumber anggaran, jangka waktu pengerjaan, nama kontraktor, hingga konsultan pengawas.

Tanpa papan, masyarakat tidak tahu siapa yang bertanggung jawab. Lebih parah, ini membuka ruang spekulasi: apakah proyek ini benar-benar dikerjakan sesuai aturan, atau hanya formalitas belaka.

Kedua, soal teknis. Beberapa warga dan pengamat mencatat bahwa pemasangan besi tulangan utama hanya dilakukan di bagian tengah. Sisi kiri dan kanan jalan justru dibiarkan kosong. Padahal, struktur jalan seharusnya diperkuat secara menyeluruh. Kalau hanya di tengah, maka daya tahan jalan tidak akan maksimal.

Seorang warga Rejosari, Heri, bahkan menyampaikan unek-uneknya. Ia mempertanyakan bagaimana jalan sekelas provinsi bisa dibangun dengan besi tulangan yang “setengah hati.” Keluhannya ramai dibahas di grup WhatsApp warga. Artinya, perhatian publik sudah mulai terarah ke proyek ini.

Di sisi lain, dari sudut pandang teknis, jalan dengan mutu beton K-300 memang membutuhkan spesifikasi ketat. Termasuk besi Ø12–Ø16 mm yang dipasang utuh, dowel Ø25 mm tiap 30 cm, dan tie bar Ø12 mm yang menyambung slab beton. Kalau spesifikasi ini dikurangi, wajar kalau masyarakat khawatir jalan akan cepat rusak.

Ir. Rendy Hartono, M.T., seorang dosen Teknik Sipil dari Universitas Lampung, ikut menyoroti. Ia mengatakan bahwa jika struktur tulangan tidak lengkap, maka kekuatan jalan akan menurun drastis. Ini bisa menyebabkan retak dini dan perbaikan rutin yang akhirnya memakan biaya lebih besar. Alih-alih hemat, justru jadi boros.

Masalahnya, ini bukan jalan pribadi. Uang yang digunakan adalah uang publik. Setiap rupiah dari anggaran daerah atau negara adalah hasil dari pajak masyarakat. Maka wajar jika publik mempertanyakan ke mana saja alokasi dana itu digunakan.

Yang menjadi ironi, ketika publik mulai ramai memperbincangkan proyek ini, pihak Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Provinsi Lampung justru belum merespons. Diam. Tidak ada klarifikasi, tidak ada penjelasan.

Padahal, dalam sistem pemerintahan yang sehat, kritik adalah bagian dari kontrol sosial. Bukan untuk menjatuhkan, tapi memastikan bahwa setiap pembangunan berjalan dengan benar.

Beberapa pihak bahkan mulai mendorong agar BPK, Inspektorat Provinsi, dan aparat penegak hukum turun tangan. Tujuannya sederhana: mengecek apakah proyek ini sudah sesuai spesifikasi atau belum. Kalau benar ada pelanggaran, maka harus ada tindakan. Tidak perlu dibesar-besarkan, tapi juga jangan dibiarkan.

Pada akhirnya, publik hanya ingin kejelasan. Kalau proyek ini memang sah dan sesuai, pasang saja papan informasinya. Tampilkan data, biar semua orang tahu. Dan kalau memang pengerjaannya sesuai spesifikasi, biarkan publik memeriksa.

Tapi kalau tidak, jangan salahkan masyarakat kalau mulai kehilangan kepercayaan. Karena proyek jalan bukan sekadar tentang aspal dan beton, tapi soal etika dalam membelanjakan uang publik.

(Davit)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *