PIDIE JAYA – Sebuah insiden kekerasan antar sesama siswa (bullying) mengguncang MIN 8 Pidie Jaya, Desa Blang Baro, kecamatan Bandar Baru, kabupaten Pidie Jaya, provinsi Aceh.(16/01/24)
Kejadian tragis ini terjadi pada hari terakhir ujian semester ganjil, sekitar bulan Desember 2023, namun video brutal tersebut baru mulai beredar pada Jumat, 12 Januari 2024, melalui grup WhatsApp.
Habibi, siswa MIN 8 Pidie Jaya,di duga menjadi korban keji dengan tindakan kejam, termasuk pemukulan, tendangan, penyeretan, dan dudukan tubuhnya. Korban yang berasal dari keluarga kurang mampu dan tidak mahir baca-tulis terlihat tak berdaya. Bahkan, sesama siswa yang menyaksikan tidak mencegah, tetapi juga mendukung aksi kekerasan tersebut sambil merekamnya.
Sayangnya, tidak ada yang berupaya menghentikan kejadian tersebut, bahkan beberapa siswa malah mendukung penganiayaan dan merekamnya. dalam status tersebut menanyakan bagaimana jika anak, adik, keponakan, atau kerabat kita mengalami perlakuan serupa? jelas pengirim video tersebut.
Terkait kasus ini, YBHA Peutuah Mandiri kepada media menegaskan bahwasanya Kepala Sekolah, Wali Kelas dan Guru Bimbingan Konseling (BK) harus bertanggungjawab atas segala tindak kekerasan di lingkungan sekolah tersebut. Mereka digaji untuk menjaga keselamatan dan kenyamanan siswa dalam belajar di sekolah, mereka harus mengevaluasi dan memantapkan kembali kapasitas mereka dalam mendidik siswa. Karakter guru juga harus benar-benar menjadi contoh tauladan bagi muridnya, kedisiplinan dan contoh tauladan serta akhlaqul karimah akan memberikan dampak positif bagi perubahan perilaku anak di sekolah.
Beberapa tindakan yang bisa dilakukan terkait kasus ini antara lain, Dinas terkait harus menelusuri apakah sekolah ini dibawah pimpinan kepala sekolah yang sekarang pernah terjadi kasus bully yang menjurus pada kekerasan. Jika pernah, maka selayaknya kepala sekolah tersebut diberhentikan. Tindakan perdamaian telah tepat dilakukan oleh pihak Kantor Kankemenag Pidie Jaya, namun kita tidak mendengarkan apakah ada upaya lain seperti restitusi atau pemulihan terhadap korban. Terhadap pelaku juga perlu diberi bimbingan lebih lanjut atau membangun kesadaran terhadap perbuatan yang dilakukan itu tidak dapat dibenarkan.
Sesuai amanat UU Perlindungan Anak wajib dilindungi, ada anak korban, pelaku dan anak saksi. Selain itu, dinas terkait juga harus melakukan evaluasi tata tertib semua sekolah agar kasus serupa tidak berulang di sekolah lain.
Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam membekali anak sebelum mereka pergi ke sekolah, anak harus diajarkan untuk tidak mengambil barang orang lain dan jika meminjam barang teman harus segera mengembalikannya. Anak juga harus diberi nasihat untuk tidak berkata atau berbuat kasar terhadap teman, terutama teman perempuan. Setelah pulang sekolah, orang tua juga harus berkomunikasi dengan anak, menanyakan apa yang telah mereka lakukan di sekolah dan apakah ada yang berbuat tidak baik kepada mereka atau sebaliknya. Tidak lupa, orang tua juga harus memeriksa tas dan kantong celana anak, mungkin ada barang orang lain yang dibawa pulang tanpa sepengetahuan mereka.
Bullying yang menjurus pada kekerasan fisik ini mesti diwaspadai, sehingga kami YBHA Peutuah Mandiri juga memandang perlu adanya materi pelajaran tentang efek bullying bagi anak harus dimasukkan dalam kurikulum. Guru-guru juga harus mendapatkan pelatihan tentang bullying, sehingga mereka dapat mendeteksi jika ada tindak bullying lebih dini. Bullying bukan hanya merugikan korban, namun juga merusak moral pelaku dan menimbulkan trauma bagi saksi. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama mencegah dan melawan bullying,” tutup YBHA Peutuah.