BANDA ACEH – Koordinator Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani, mengkritisi mekanisme penganggaran penanganan perkara di Biro Hukum Setda Aceh. GeRAK mencium indikasi adanya pelanggaran berupa tumpang tindih pembiayaan yang berpotensi merugikan keuangan negara.
“Kami mendapatkan informasi bahwa pejabat di Biro Hukum turut menikmati anggaran jasa penanganan perkara dari Pemerintah Aceh, padahal mereka sudah menerima tunjangan besar, sehingga terjadi pembiayaan ganda,” ujar Askhalani pada Rabu (16/10/2024).
Ia menduga praktik tersebut berlangsung tanpa dasar hukum dan telah terjadi cukup lama. Mereka yang diduga menikmati “uang cuma-cuma” ini mulai dari Asisten, Kepala Biro, Kepala Bagian hingga Kasubbag.
Atas hal ini, Askhalani meminta Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk mengevaluasi penganggaran penanganan perkara di Biro Hukum Setda Aceh agar tidak terjadi pembiayaan tumpang tindih.
“Kami mendengar bahwa tim advokat Pemerintah Aceh hanya menerima Rp 60 juta, sementara anggaran yang dialokasikan per perkara adalah Rp 100 juta,” tambahnya.
Askhalani juga menyebut bahwa ada sekitar Rp 40 juta yang diduga dinikmati secara cuma-cuma oleh pejabat Pemerintah Aceh, dengan nominal yang diterima pejabat sama dengan yang diterima oleh masing-masing advokat.
Untuk mengatasi kebocoran anggaran ini, Askhalani mengusulkan agar ke depannya pembiayaan penanganan perkara dilakukan melalui skema penggajian, yang dinilainya akan lebih menghemat anggaran daerah.