Iklan Diskopukm Aceh
Iklan Diskopukm Aceh

dr Sulasmi: Imunisasi, Gizi dan BABS Faktor Tingginya Stunting di Aceh

Dinkes Aceh
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, dr. Sulasmi, MHSM. (Foto: hariandaerah/JR)

BANDA ACEH – Provinsi Aceh saat ini menempati urutan kelima terbanyak atau sekitar 31,2 persen dari jumlah balita di Aceh yang mengalami Stunting dibandingkan dengan provinsi lain.

Saat ini, jumlah anak stunting di Aceh sebanyak 12.000 anak. Jika dirunut dari jumlah desa di Aceh sekitar 6.515 maka ada sekitar 2 anak per Desa dari 23 kabupaten/kota di Aceh yang mengalami stunting.

Ini menunjukkan bahwa banyak anak di Aceh mengalami gangguan pertumbuhan yang dapat berdampak jangka panjang terhadap kesehatan dan perkembangan anak dimasa yang akan datang.

Faktor yang menyebabkan tingginya angka Stunting di Aceh diantaranya, kurangnya asupan Gizi, rendahnya Imunisasi dan Buang Air Besar (BAB) sembarangan.

Hal tersebut, diungkapkan oleh Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Aceh, dr. Sulasmi, MHSM, saat dikonfirmasi hariandaerah.com di ruang kerjanya, Senin (18/12/2023).

dr. Sulasmi mengatakan, bahwa faktor utama penyebab Stunting di Aceh adalah kurangnya asupan Gizi yang cukup pada anak, dimulai dari masa kandungan hingga usia anak mencapai 2 tahun. Bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan, memperbanyak sumber protein sangat dianjurkan, disamping tetap membiasakan mengkonsumsi buah buahan dan sayur sayuran.

“Banyak anak di Aceh mengalami kekurangan Gizi karena pola makan yang tidak sehat,” kata dr. Sulasmi.

Selain itu, minimnya perhatian orang tua terhadap pola makan anak juga menjadi faktor yang signifikan. Banyak orang tua di Aceh mungkin tidak menyadari pentingnya memberikan makanan bergizi dan seimbang kepada anak-anak mereka. Hal ini dapat berkontribusi pada kurangnya asupan Gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal.

Tak hanya kekurangan Gizi, kata Sulasmi, rendahnya imunisasi dasar di Aceh juga sebabkan meningkatnya Sunting. Pasalnya, ketika imunisasi anak rendah, anak akan sering mengalami sakit.

“Imunisasi rendah, susah untuk imunisasi dasar. Nah jadi kalau imunisasi rendah itu berarti anak sering sakit, anak sering sakit anak gak mau makan, mana mau anak makan karena sakit, kita aja enggak selera.
Anak gak mau makan anak kurang Gizi, anak kurang Gizi lama-lama jadi Stunting,” imbuhnya.

BACA JUGA:  Diduga Timbun BBM Jenis Solar, Ditreskrimsus Polda AcehTangkap Pelaku
data ssgi
Prevalensi Balita Stunting (Tinggi Badan Menurut Umur) Berdasarkan Provinsi, Ssgi 2022.

Kendati demikian, dr. Sulasmi juga menyebutkan, perilaku buang air besar (BAB) sembarangan juga dapat menyebabkan munculnya environmental enteropathy, yaitu kondisi peradangan pada saluran pencernaan yang mengganggu penyerapan nutrisi.

Sehingga, perilaku BAB sembarangan dapat meningkatkan risiko terjadinya stunting pada anak-anak. Hal ini disebabkan oleh penyebaran penyakit melalui lingkungan yang mengganggu pertumbuhan anak.

“Masih ada buang air besar sembarangan di Aceh nih, di semak – semak ada, di sungai ada dan ada juga model terbang. Itu, jadi mau sehat gimana gitu loh tingkat ngurusin beol aja gak beres-beres,” sebutnya.

Di Aceh, tambah dr. Sulasmi, hanya 30% yang menggunakan jamban (Toilet).

“Kita cuma 30% buang air besar nih yang pakek jamban,” tambahnya.

dr. Sulasmi mengimbau, bahwa penting bagi semua pihak untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya sanitasi yang baik, termasuk pembangunan toilet yang sehat. Dengan menjaga kebersihan dan menghindari perilaku buang air besar sembarangan.

“Kita dapat mencegah penyebaran penyakit dan meningkatkan kesehatan serta pertumbuhan anak-anak,” pungkasnya.

Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di provinsi Aceh tahun 2022 sebesar 31,2%. Hal ini, Aceh merupakan provinsi dengan prevalensi balita stunting tertinggi kelima di Indonesia.

Sebelumnya, hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi balita stunting di provinsi Aceh mencapai 33,2%.

Sehingga, Aceh hanya mampu memangkas angka Stunting sebesar 2 poin dari tahun sebelumnya.

stunting
Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan.

Prevalensi stunting di Aceh tergolong buruk, karena melebihi ambang batas yang ditetapkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 20%.

BACA JUGA:  Ikrar Netralitas Pada Pemilu 2024, Disbudpar Aceh: Tingkatkan Loyalitas ASN

Berdasarkan wilayahnya, terdapat 12 kabupaten/kota di Aceh yang memiliki prevalensi balita stunting di atas rata-rata provinsi, kemudian 11 kabupaten/kota lainnya di bawah angka rata-rata.

Prevalensi balita stunting tertinggi di wilayah Aceh pada tahun 2022 yaitu Kota Subulussalam yang mencapai 47,9%. Sebelumnya, pada tahun 2021 sebesar 41,8%. Hal ini menunjukan, bahwa angka melonjak sekitar 6,1 poin.

Kemudian, disusul Kabupaten Aceh Utara yang menempati peringkat kedua di Aceh dengan prevalensi balita Stunting sebesar 38,3%. Posisi tersebut juga disusul oleh Kabupaten Pidie Jaya dengan prevalensi balita Stunting mencapai 37,8%.

Kendati demikian, Prevalensi balita stunting terendah di Aceh berada di Kabupaten Aceh Jaya sebesar 19,9%. Selanjutnya, disusul Kota Banda Aceh yang menempati peringkat ke-19 di provinsi Aceh dengan angka balita Stunting mencapai 25,1%.

Berikut prevalensi balita stunting di Aceh berdasarkan kabupaten/kota pada 2022:

Kota Subulussalam: 47,9% – Kabupaten Aceh Utara: 38,3% – Kabupaten Pidie Jaya: 37,8% – Kabupaten Simeulue: 37,2% – Kabupaten Bener Meriah: 37% – Kabupaten Aceh Tenggara: 36,7% – Kabupaten Aceh Barat Daya: 35,2% – Kabupaten Aceh Selatan: 34,8% – Kabupaten Gayo Lues: 34,6% – Kabupaten Aceh Singkil: 34% – Kabupaten Aceh Timur: 33,6% – Kabupaten Aceh Tengah: 32% – Kabupaten Aceh Barat Daya: 30,4% – Kabupaten Nagan Raya: 28,8% – Kota Lhokseumawe: 28,1% – Kabupaten Pidie: 27,8% – Kabupaten Aceh Tamiang: 27,4% – Kabupaten Aceh Besar: 27% – Kota Banda Aceh: 25,1% – Kabupaten Bireuen: 23,4% – Kota Sabang: 23,4% – Kota Langsa: 22,1% – Kabupaten Aceh Jaya: 19,9%.

Perlu diketahui, bahwa pelaksanaan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) merujuk pada PERPRES No. 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024, PERPRES No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, Surat Set Wapres No: B.470/KSNB/SWP/PKM.00/07/2021 tentang pelaksanaan SSGI tahun 2022, Surat Bappenas No: 030007/PP.03.02/D.5/T/3/2022 mengenai urgensi pelaksanaan SSGI oleh Kemenkes.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *