BANDA ACEH — Harga emas yang terus meroket dalam beberapa bulan terakhir bukan hanya membuat para investor tersenyum, tetapi juga membuat banyak calon pengantin mengerutkan dahi. Lonjakan harga logam mulia itu diam-diam ikut memengaruhi keputusan sejumlah pasangan muda untuk menunda hari bahagia mereka.
Kenaikan harga emas bahkan menjadi salah satu penyumbang inflasi di tingkat lokal dan global, yakni sebesar 0,49 persen, yang dipicu oleh kebijakan moneter Amerika Serikat dan penguatan dolar terhadap rupiah. Kondisi ini membuat daya beli masyarakat, khususnya untuk komoditas mewah seperti emas, ikut tertekan.
Berdasarkan data terbaru dari PT Antam Tbk, harga emas batangan telah menembus Rp1,4 juta per gram pada awal November 2025. Kenaikan tajam tersebut berdampak langsung terhadap biaya mahar dan pembelian perhiasan pernikahan dua hal yang memiliki nilai simbolik penting dalam budaya masyarakat Aceh.
“Kalau dulu bisa beli cincin sepasang dengan 10 gram emas, sekarang jumlahnya harus dikurangi supaya tetap sesuai budget,” ujar Rizki (27), calon pengantin asal Banda Aceh yang memutuskan menunda pernikahan hingga harga emas kembali stabil.
Menurutnya, pernikahan bukan sekadar seremoni, melainkan juga membutuhkan kesiapan finansial yang matang.
“Kita ingin menikah dengan cara yang baik, tanpa memberatkan diri sendiri,” tambahnya.
Fenomena ini turut dirasakan para pelaku usaha perhiasan di Banda Aceh. Cut Rani, pemilik toko emas di kawasan Pasar Aceh, mengaku penjualan cincin kawin dan perhiasan emas menurun signifikan sejak dua bulan terakhir.
“Biasanya menjelang akhir tahun ramai pesanan cincin kawin, tapi sekarang banyak yang hanya datang lihat-lihat dan tanya harga dulu,” ujarnya sambil tersenyum.
Sementara itu, Ketua Lembaga Kajian Sosial dan Pembangunan Aceh (Lemkaspa), Samsul Bahri, M.Si, menilai kenaikan harga emas menjadi salah satu faktor ekonomi yang memengaruhi perilaku sosial masyarakat, terutama dalam urusan pernikahan.
“Dalam budaya kita, mahar emas memiliki nilai simbolik yang kuat sebagai bentuk penghormatan dan keseriusan. Namun, ketika harganya melambung tinggi, hal itu bisa menjadi hambatan psikologis dan finansial bagi pasangan muda,” jelasnya, Selasa (4/11/2025).
Meski begitu, tidak semua pasangan menyerah pada situasi ini. Sebagian tetap memilih melangsungkan pernikahan secara sederhana tanpa menghilangkan makna sakralnya.
“Kami tetap lanjut, tapi mahar kami ubah jadi uang tunai dan simbolis saja,” ujar Dina (25), calon pengantin yang berencana menikah pada Desember mendatang.
Bagi sebagian orang, cinta memang tak bisa diukur dengan emas. Namun bagi yang lain, lonjakan harga logam mulia yang kian tinggi kini benar-benar menguji cinta di tengah realitas ekonomi yang semakin menantang.









