Iklan Diskopukm Aceh
Iklan Diskopukm Aceh

Nah Tuh Kan! Setelah Berita Muncul, Baru Kelabakan Bagi-Bagi PDF Pengumuman Hasil Seleksi Direksi BUMD Pringsewu

Nah Tuh Kan! Setelah Berita Muncul, Baru Kelabakan Bagi-Bagi PDF Pengumuman Hasil Seleksi Direksi BUMD Pringsewu IMG 20250704 WA0067

Pringsewu, Hariandaerah.com – Seolah mengonfirmasi bahwa kekacauan ini nyata adanya, tak butuh waktu lama setelah laporan kritis media muncul, pihak terkait langsung menyebarkan file PDF berisi pengumuman hasil seleksi direksi dan komisaris BUMD PT Pringsewu Jaya Sejahtera.

PDF itu, yang sebelumnya entah “nyangkut di meja siapa”, tiba-tiba menyebar cepat lewat WhatsApp. Isinya? Tentu saja pengumuman resmi nilai akhir para peserta seleksi.

Yang bikin publik angkat alis, kenapa dokumen ini baru disebar setelah media mengangkat kasusnya? Apa memang sebelumnya lupa? Atau memang menunggu kondisi reda? Atau diduga takut keburu ketahuan siapa yang dititip?

Respons Kilat Diduga Setelah Malu Terbongkar, Reaksi Atau Reaksi Panik?

Publik Pringsewu bukan bodoh.  Mereka bisa melihat pola.  Dokumen PDF yang berisi nilai lengkap peserta UKK ini sebenarnya bukan barang rahasia.  Tapi nyatanya, publik baru bisa mengaksesnya setelah tekanan dari pemberitaan media.

Apakah ini bentuk keterbukaan? Atau hanya cara elegan untuk bilang, “Kami ketahuan, nih… jadi kami bagikan aja sekarang daripada tambah malu.”

Padahal kalau memang prosesnya transparan sejak awal, kenapa harus menunggu berita viral dulu baru dokumen dikeluarkan? Di sinilah letak ironi pemerintahan yang masih suka main sembunyi-sembunyi tapi ngaku transparan.

Sampai Kapan Rakyat Harus Jadi Polisi Etika Birokrasi?

Situasi ini menyampaikan satu pesan jelas: tanpa tekanan publik dan media, tak akan ada keterbukaan. Yang mereka sebut “akuntabilitas” hanya muncul ketika rasa malu sudah telanjur viral.

Padahal, seharusnya informasi seperti ini disediakan secara proaktif, bukan reaktif. Tapi apa daya, di negeri dengan birokrasi setengah sadar, dokumen penting seringkali baru keluar setelah dibocorkan dulu oleh orang dalam.

Dan begitu dibuka, malah makin terlihat betapa kuatnya indikasi bahwa proses seleksi ini bukan sekadar mencari yang terbaik, tapi memastikan yang “diinginkan” lolos sesuai skenario.

Akhir Kata, Rakyat Tak Butuh PDF, Tapi Integritas

Menyebar PDF itu baik, tapi tidak cukup. Yang dibutuhkan masyarakat adalah proses seleksi yang benar, bersih, dan jauh dari permainan titipan. Karena kalau hanya mengandalkan reaksi ketika sudah ketahuan, maka ini bukan keterbukaan tapi cuma refleks panik elit birokrasi.

Dan ketika sistem bekerja hanya karena takut dipermalukan, maka publik punya hak untuk bertanya:
BUMD ini dibentuk untuk siapa sebenarnya? Untuk rakyat? Atau untuk menampung barisan sakit hati pemilu lalu?

BERITA SEBELUMNYA :

PRINGSEWU – Yang dikhawatirkan publik akhirnya bukan sekadar desas-desus. Seleksi terbuka direksi dan komisaris BUMD Pringsewu, yang katanya sih “transparan dan objektif”, ternyata diduga jadi etalase kepalsuan prosedural.

Hasil resmi uji kelayakan dan kepatutan (UKK) sudah diumumkan. Tapi alih-alih meyakinkan publik, nama-nama yang lolos malah mengukuhkan kecurigaan lama: proses seleksi ini sejak awal memang diniatkan bukan untuk mencari yang terbaik, tapi diduga untuk meloloskan yang sudah disiapkan.

Mereka yang Lulus, Mereka yang Sudah Disebut dari Awal

Publik sempat mempertanyakan mengapa nama-nama tertentu sudah beredar bahkan sebelum pendaftaran ditutup. Kini, mereka itu benar-benar dinyatakan lulus. Ajaib? Tidak juga.  Sudah bisa ditebak.

Inilah daftar calon direksi yang diumumkan lolos:

Nuri Prayugi (82,3)

Dwi Pribadi (82,2): Diduga tim sukses Bupati

Dodi Bahar Fathory (77,2)

Edwin Sutadipraja (75,9)

Pramudya Anathur (73,8)

Imam Setioso (73,4)

Fauzan Purnowo (72,6): Pengusaha ayam yang disebut masuk daftar “unggulan” sejak awal

Eko Wahyu Guntoro (72,6)

David Aryanto (70,3) : Diduga adik tokoh tim sukses

Cahyani Setyorini (61,2)

Lucunya, mereka yang  diduga sudah diisukan sebagai “titipan”, justru masuk dalam deretan terpilih.  Ini bukan kebetulan. Ini sinyal bahwa sistem meritokrasi hanya dijadikan kosmetik. Yang menentukan bukan angka, tapi siapa yang membackup dari belakang.

Komisaris: Kursi Elit untuk Orang Dalam?

Untuk posisi Komisaris Independen, nama Warsito kembali muncul dengan nilai tertinggi (79,7). Nama ini sebelumnya juga disebut-sebut dekat dengan Wakil Bupati. Munculnya nama ini dalam posisi puncak makin membuat publik mendesah lelah: “Lagi-lagi yang dekat kekuasaan yang menang.”

Disusul oleh:

Muhamad Yamin (73,0)

Abdillah Rosidi (59,0)

Sementara untuk Komisaris dari Unsur Pejabat Daerah, tiga nama diumumkan:

Hendrid (80,6)

Debi Herdian (80,5)

Hipni (79,9)

Tanpa perlu menyebut siapa yang mem-backup siapa, publik Pringsewu sudah tahu arah anginnya ke mana.

Meritokrasi? Atau Sekadar Nama Keren untuk Balas Budi Politik?

Pengumuman yang begitu cepat, nilai yang berjarak tipis, dan lolosnya tokoh-tokoh yang sudah “dibisikkan” sebelumnya menunjukkan bahwa proses UKK ini hanyalah legalisasi atas pilihan yang sudah ditentukan jauh sebelum kertas pendaftaran dibuka.

Yang terjadi adalah praktik strukturalisasi kekuasaan yang dibungkus prosedur. Demokrasi prosedural dijadikan bungkus rapi untuk menutupi isi yang bobrok.

Akankah Rakyat Hanya Jadi Penonton Lagi?

BUMD, yang seharusnya menjadi instrumen peningkatan ekonomi dan pelayanan publik, justru diubah menjadi alat pelengkap proyek kekuasaan. Rakyat hanya bisa melihat dari jauh. Tak bisa mengoreksi, tak diberi ruang untuk bertanya.

Tapi jangan salah, kekecewaan publik itu menumpuk. Dan ketika rasa percaya habis, maka apapun yang dibentuk pemerintah—meski niatnya baik akan selalu dicurigai.

Kalau hari ini Pringsewu menutup seleksi dengan nama-nama yang mencurigakan, maka besok-besok mereka juga harus siap ketika rakyat hanya menyambut program daerah dengan sinisme dan ketidakpedulian.

Catatan Akhir: Transparansi Itu Bukan Ceramah, Tapi Tindakan

Jangan heran kalau ke depan, meski dikasih modal miliaran lagi, BUMD Pringsewu tetap jalan di tempat. Karena sejak dari hulu, pemimpinnya bukan dipilih karena layak, tapi karena layak dipakai.

Kalau yang dilantik adalah mereka yang sekadar dekat kekuasaan, maka jangan marah kalau yang mereka pikirkan bukan kepentingan rakyat, tapi bagaimana membalas budi kepada yang mengangkatnya. Selamat datang di era seleksi formalitas. Rakyat bayar, elite atur, kroni nikmatin.

Menariknya, dokumen pengumuman hasil seleksi UKK tersebut pertama kali diterima redaksi bukan dari sumber resmi pemerintah daerah, melainkan dikirimkan oleh salah seorang tokoh masyarakat Kabupaten Pringsewu. Tokoh ini, yang meminta identitasnya tidak dipublikasikan demi alasan keamanan, mengaku mendapatkan salinan dokumen tersebut dari jaringan internal birokrasi.

“Kami merasa wajib menyebarkan ini ke publik karena proses ini dari awal sudah mencurigakan. Masyarakat perlu tahu siapa saja yang lolos dan bagaimana prosesnya,” ujar tokoh tersebut kepada redaksi.

Fakta bahwa dokumen resmi negara beredar lebih dulu di luar saluran resmi, memperkuat kesan bahwa proses ini jauh dari prinsip keterbukaan. Bahkan, muncul dugaan bahwa dokumen tersebut sengaja ditahan publikasi resminya untuk menghindari kontroversi, meskipun isinya justru telah beredar luas di kalangan tertentu.

Kalau dokumen saja bocor lebih dulu ke publik, lalu bagaimana dengan integritas prosesnya? Lagi-lagi, rakyat harus puas dengan jawaban klasik: “Tunggu klarifikasi dari pihak berwenang.”

BERITA SEBELUMNYA : https://hariandaerah.com/titipan-kekuasaan-dan-krisis-meritokrasi-seleksi-pengurus-bumd-pringsewu-di-bawah-bayang-bayang-politik/

Penulis : Davit Segara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *