JAKARTA – Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Zuhair S.M Al Shun, menegaskan jika Indonesia memiliki hak untuk menuntut Israel ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas serangan yang mereka lakukan terhadap Rumah Sakit (RS) Indonesia di Jalur Gaza, Palestina.
“Indonesia punya hak untuk menuntut Israel ke pengadilan tinggi (ICC) atas agresinya terhadap RS Indonesia,” kata Zuhair melalui keterangan tertulisnya, usai acara jumpa pers International Summit of Religious Authorities (ISORA) di Jakarta, Selasa (21/11/2023).
Zuhair mengatakan, serangan yang terjadi di RS Indonesia juga terjadi di RS Al-Shifa, dua rumah sakit terbesar yang berada di Jalur Gaza utara.
Serangan tersebut, kata dia, dilakukan karena Israel tidak percaya dengan adanya hak asasi manusia (HAM) dan hukum humaniter.
“Yang terjadi di lapangan benar-benar kejahatan perang, Holocaust baru, kejahatan luar biasa terhadap warga sipil, terhadap anak-anak,” katanya.
Holocaust, dikenal pula sebagai Shoah, adalah genosida terhadap kira-kira enam juta Yahudi Eropa selama Perang Dunia II, suatu program pembunuhan sistematis yang didukung oleh negara Jerman Nazi, dipimpin oleh Adolf Hitler.
Ia menyebutkan, serangan tanpa henti yang dilakukan Israel sejak 7 Oktober telah menewaskan lebih dari 13.500 orang, dengan sebagian di antaranya adalah anak-anak. “Separuh di antaranya adalah anak-anak. Ini adalah fakta,” katanya.
Untuk itu, ia juga meminta kepada negara seluruh dunia untuk membantu menekan Israel agar menarik diri dari Jalur Gaza dan menemukan solusi politik guna mengakhiri perang tersebut.
“Israel terus menerus melakukan pengeboman. Membunuh orang-orang. Kami mengharapkan perdamaian, perdamaian yang nyata,” katanya.
Ia berharap bantuan dapat segera tersalurkan kepada warga Gaza yang saat ini benar-benar membutuhkan bantuan makanan, air, dan obat-obatan.
Sebelumnya, Indonesia mengutuk serangan Israel terhadap Rumah Sakit Indonesia di Gaza yang telah menewaskan sejumlah warga sipil.
Demikian disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi melalui keterangan tertulisnya, Senin (20/11/2023).
“Serangan tersebut merupakan pelanggaran nyata terhadap hukum humaniter internasional,” kata Retno.
Retno mendesak semua negara, terutama yang memiliki hubungan dekat dengan Israel, harus menggunakan pengaruh dan kemampuannya untuk mendesak Israel menghentikan kekejamannya.
Sementara itu, jumlah warga Palestina yang tewas di Jalur Gaza telah melampaui 14.000 orang sejak konflik Israel-Hamas yang masih berkecamuk saat ini pecah pada 7 Oktober, demikian disampaikan kantor media pemerintah yang dikelola Hamas pada Selasa (21/11/2023).
Ismail al-Thawabta, selaku direktur jenderal kantor media tersebut, mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa di antara korban tewas terdapat 5.840 anak-anak dan 3.920 perempuan, sementara jumlah korban luka mencapai lebih dari 33.000 orang. Sedangkan jumlah korban jiwa di Israel mencapai sedikitnya 1.200 orang.
Dikatakan oleh Al-Thawabta bahwa jumlah orang hilang lebih dari 6.800, termasuk 4.500 anak-anak dan perempuan yang tertimbun di bawah reruntuhan bangunan yang hancur akibat serangan Israel.
Seperti dilansir sejumlah sumber, Hamas-gerakan Islam dan nasionalisme Palestina yang menentang pendudukan Zionis-telah meluncurkan ribuan roket dari Jalur Gaza ke Israel dan melakukan serangan langsung ke beberapa lokasi di Israel, Sabtu (7/10/2023).
Hamas mengklaim, serangan dengan nama Operasi Badai Al Aqsa itu untuk mengakhiri pendudukan terakhir di bumi. Serangan itu juga disebut balasan atas tindakan provokatif Israel di situs suci Yerusalem dan terhadap warga Palestina yang ditahan.
Sementara itu, Pasukan Israel tak tinggal diam dan membalas serangan Hamas dengan melancarkan Operasi Pedang Besi. Operasi ini menargetkan infrastruktur Hamas di Jalur Gaza.
Gaza adalah wilayah Palestina yang pernah menjadi bagian dari Kekaisaran Ottoman, sebelum diduduki oleh Inggris dari 1918 hingga 1948, dan Mesir dari tahun 1948 hingga 1967.