JAKARTA – Gugatan terhadap Ketua DPR RI, Puan Maharani oleh Anggota DPRK Simeulue, Ugek Farlian, masuk tahap mediasi. Pengadilan Negeri (PN) melakukan mediasi antara Ugek Farlian dengan Puan Maharaniu ntuk diupayakan penyelesaian perkara secara damai.
Mediasi tersebut, dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Mediator Bu Andi, Sementara dari Penggugat di hadiri oleh Kuasa Hukum Ugek Farlian, Safaruddin, S.H., M.H., dan Ketua DPR RI di wakili kuasanya Vita Maulidia dari Biro Hukum DPR RI, di ruangan mediasi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2024).
Dalam mediasi tersebut, Safaruddin menyampaikan usulan poin Perdamaian
terhadap gugatan tersebut yaitu Tergugat, Ketua DPR RI agar melaksanakan ketentuan Peraturan perundang-Udangan saja yang sudah di atur dalam pasal 8 UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Konsultasi dan Pemberian Pertimbangan Atas Rencana Persetujuan Internasional, Rencana Pembentukan Undang-undang, dan Kebijakan Administratif yang Berkaitan Langsung dengan Pemerintahan Aceh.
“Kami menawarkan untuk dilaksanakan sebagaimana bunyi pasal 8 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh cq Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Konsultasi dan Pemberian Pertimbangan Atas Rencana Persetujuan Internasional, Rencana Pembentukan Undang-undang, dan Kebijakan Administratif yang Berkaitan Langsung dengan Pemerintahan Aceh,” Tulis Safar dalam Surat Usulan Mediasi tersebut.
Safar meminta agar DPR RI memasukkan klausul UUPA dan Perpres 75 kedalam Peraturan DPR Nomor 1 tentang Tata Tertib. Dimana, lanjut Safar, dalam pasal wewenang dan tugas DPR di tambahkan untuk menerima pertimbangan, melakukan konsultasi DPR Aceh terhadap pembahasan Rencana Undang-Undang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh.
“Kami meminta agar DPR RI memasukkan perintah dari UUPA dan Perpres 75 ke dalam Pearturan DPR RI Nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Tertib, dengan redaksi:
Pasal 6, dengan bunyi redaksi:
DPR berwenang:
“MENERIMA PERTIMBANGAN DPR ACEH TERHADAP PEMBAHASAN RENCANA UNDANG-UNDANG YANG BERKAITAN LANGSUNG DENGAN PEMERINTAHAN ACEH”.
Pasal 7, dengan bunyi redaksi:
DPR bertugas:
“MELAKUKAN KONSULTASI DAN MEMINTA PERTIMBANGAN DPR ACEH TERHADAP PEMBAHASAN RENCANA UNDANG-UNDANG YANG BERKAITAN LANGSUNG DENGAN PEMERINTAHAN ACEH.”
Surat tawaran tersebut diserahkan oleh Safar kepada tergugat melalui Mediator.
Kuasa Hukum Ketua DPR RI, Vita Maulidia, meminta waktu selama satu minggu untuk menjawab usulan dari Penggugat karena harus menyampaikan usulan tersebut kepada Pimpinan di DPR RI terlebih dahulu. Sidang menunggu jawaban dari DPR RI akan dilanjutkan kembali tanggal 27 pekan depan.
Diberitakan sebelumnya, Ugek Farlian, Anggota DPRK Kabupaten Simeulue menggugat Ketua DPR RI untuk melaksanakan kewajiban DPR RI untuk menerima pertimbangan, melakukan konsultasi dengan DPR Aceh terhadap pembahasan Rencana Undang-Undang yang akan dibahas oleh DPR RI yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh, sebagaimana talah diatur dalam pasal 8 UUPA dan Perrpres 75/2008. Akibat dari tidak dilaksanakan perintah Undang-Undang ini, banyak kewenangan khusus Aceh dalam UUPA terdegradasi seperti dalam UU Pemilu dan UU Pemerintahan Daerah.