Akhirnya, 8 Masyarakat Hukum Adat di Aceh Peroleh Hak Kelola Hutan

Akhirnya, 8 Masyarakat Hukum Adat di Aceh Peroleh Hak Kelola Hutan
Penyerahan surat keputusan kepada delapan masyarakat hukum adat di Aceh itu dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada Senin (18/9/2023) pada puncak Gelaran Festival Lingkungan, Iklim, Kehutanan dan Energi Baru Terbarukan (Festival LIKE) yang berlangsung pada 16-18 September 2023 di Indonesia Arena, Jakarta. (Foto: Dok. DKLH Aceh)

BANDA ACEH – Setelah berjuang dan menanti dalam waktu panjang, delapan masyarakat hukum adat di Aceh akhirnya memperoleh hak menguasai dan mengelola hutan adat mukim. Masyarakat adat pun menyambut baik pemberian hak tersebut karena hutan menjadi sandaran hidup mereka.

Penyerahan surat keputusan kepada delapan masyarakat hukum adat di Aceh itu dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada Senin (18/9/2023) pada puncak Gelaran Festival Lingkungan, Iklim, Kehutanan dan Energi Baru Terbarukan (Festival LIKE) yang berlangsung pada 16-18 September 2023 di Indonesia Arena, Jakarta.

Termasuk dalam SK Perhutanan Sosial adalah untuk Hutan Adat seluas 90 ribu Ha bagi lebih dari 23 kelompok adat, SK Kemitraan Konservasi seluas 297 Ha bagi 607 kelompok dan kemitraan perhutani untuk masyarakat produktif.

“Total capaian Perhutanan Sosial hingga September 2023 adalah seluas lebih dari 6,37 juta Ha untuk 1,29 juta Kepala Keluarga dengan total 9.642 kelompok/gabungan kelompok,” terang Menteri Siti.

Menteri Siti menambahkan bahwa sesuai arahan Presiden Joko Widodo, bahwa kelompok Perhutanan Sosial harus selalu didampingi untuk peningkatan kapasitas kelembagaan, tata kelola hutan, kesempatan berusaha dan fasilitasi manajemen  usaha kelompok yang efektif. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat mewujudkan  masyarakat Indinesia yang produktif.

BACA JUGA:  Laksanakan Refleksi Akhir Tahun Ajaran, Ini Capaian Sekolah Penggerak Simeulue

Masyarakat Hukum Adat di Aceh Yang Ditetapkan Hak Kelola Hutan

Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh, dari delapan wilayah hutan adat mukim yang ditetapkan itu, tiga di antaranya berada di Kabupaten Bireuen, yakni di Mukim Blang Birah, Mukim Krueng, dan Mukim Kuta Jeumpa.

Selain itu, ada di Mukim Paloh, Mukim Kunyet, dan Mukim Beungga di Kabupaten Pidie serta Mukim Krueng Sabee dan Mukim Panga Pasi, Kabupaten Aceh Jaya. Mukim merupakan satuan wilayah di Aceh di bawah kecamatan yang terdiri atas beberapa desa.

Pelaksana Tugas Kepala Bidang Rehabilitasi Lahan, Bina Usaha, dan Perhutanan Sosial DLHK Aceh Asrul mengatakan, melalui skema hutan adat, pemerintah memberikan hak kepada masyarakat adat menguasai hutan tanpa batas waktu.

BACA JUGA:  Pengendali Inflasi Daerah Terbaik, Pj Bupati Aceh Barat Raih Penghargaan TPID

Meski begitu, pengelolaan hutan oleh masyarakat adat harus sesuai dengan fungsi hutan. ”Masyarakat adat diharapkan dapat menjaga hutan dan mengelolanya sesuai peruntukan,” kata Asrul.

Pada kesempatan ini juga, Presiden Joko Widodo menyerahkan Surat Keputusan Perhutanan Sosial sebanyak 1.541 Unit SK dengan luas areal 1,048 juta Ha. Presiden juga menyerahkan SK Tanah Obyek Reforma Agraria seluas 107 ribu Ha.

Khalidin, Kepala Mukim Kunyet, mengatakan, masyarakat adat di wilayah itu mengusulkan pengelolaan hutan adat seluas 4.200 hektar. Namun, dia belum mengetahui berapa luasan hutan adat yang disetujui pemerintah untuk dikelola masyarakat adat.

Pada Senin ini, Khalidin berada di Jakarta untuk menerima surat keputusan penetapan hutan adat Mukim Kunyet.

”Saya belum pegang surat keputusannya sehingga belum tahu berapa luas yang disetujui. Namun, kami sangat bahagia akhirnya perjuangan panjang ini berhasil,” katanya.

Khalidin menambahkan, selama ini, hutan adat mukim yang mereka usulkan tersebut telah dikelola oleh warga secara turun-temurun. Di lahan itu, masyarakat adat bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

BACA JUGA:  Usia Melantik Empat Penjabat Pengganti, Berikut 7 Poin Pesan Pj. Gubernur Aceh

Selain itu, menurut dia, sebagian area hutan juga dipertahankan sebagai kawasan lindung untuk menjaga sumber air bersih.

Ketua Tim Peneliti Hutan Adat Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Teuku Muttaqin Mansur, mengatakan, perizinan hutan adat di Aceh terhambat karena adanya ketidakselarasan pemahaman mengenai aturan terkait masyarakat hukum adat.

Selama ini, Muttaqin dan beberapa lembaga swadaya masyarakat di Aceh ikut mendorong pemerintah pusat mempercepat pengesahan hutan adat mukim. Sebab, secara historis, masyarakat sebuah mukim di Aceh memang memiliki wilayah hutan yang dikelola turun-temurun.

Selain itu, di Aceh juga terdapat Lembaga Wali Nanggroe (LWN) yang dapat menyelesaikan persengketaan persoalan adat. LWN merupakan lembaga yang diamanatkan untuk membina dan mengawasi lembaga-lembaga adat di Aceh.

Melalui hutan adat mukim, semua masyarakat desa memiliki hak untuk mengelola hutan di bawah pengawasan pemimpin mukim.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *