SIMEULUE – Gebuk Mafia Tanah! Begitu penegasan Menteri ATR/BPN Agus Hari Mukti Yuyono (AHY). Esensinya seakan menginterprestasikan kegeraman terkait praktik mafia tanah, baik dilakukan secara mandiri maupun corporate (Perusahaan).
Maklum, praktik mafia tanah dengan berbagai modus operandi, semisal, perampasan, perambahan hutan acap mengemuka. Bahkan ada yang berujung konflik sosial dan tak jarang bermuara ke peradilan hukum.
Nah, ditengah gencarnya pemerintah menyeruhkan pencegahan dan pemberantasan pelaku mafia tanah termasuk penyerobotan hutan secara ilegal.
Dikabupaten Simeulue Provinsi Aceh justru perambahan/pembukaan hutan dilakukan sebuah perusahaan milik swasta.
PT Raja Marga. Begitu namanya, perusahaan ini tengah menjadi sorotan karena ditengarai melakukan perambahan hutan tanpa izin dari instansi berwenang untuk lokasi perkebunan kelapa sawit.
Itu terkuak saat lembaga dewan Simeulue mendapati informasi dan kemudian menggelar pansus disejumlah kecamatan dikabupaten kepulauan Aceh itu.
Hasil Pansus, menemukan hamparan hutan yang gundul akibat penebangan. Yaitu, didesa Lauke Kecamatan Simeulue Tengah, Desa Buluh Hadek Kecamatan Teluk Dalam, Desa Miteum Kecamatan Simeulue Barat dan Desa Pasir Tinggi kecamatan Teupah Selatan. Estimasi keseluruhan mencapai seribuan hektar.
“Setelah Pansus, lalu kita tanya ke sejumlah dinas terkait, ternyata benar, pembukaan lahan PT Raja Marga ini tidak memiliki izin. Ini luar biasa dan tidak bisa ditolerir.” Ujar Hamsipar ketua pansus DPRK Simeulue.
Tak ayal, dugaan aktivitas culas PT Raja Marga sontak memantik reaksi dari berbagai kalangan. Mulai dari, tokoh masyarakat, LSM, hingga aktivis lingkungan seperti Walhi.
Bahkan pemerintah Simeulue diketahui juga mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara aktivitas PT Raja Marga. Pemberhentian itu tertuang dalam Surat keputusan bupati Simeulue nomor: 500/1752/2024, tanggal 5 Agustus lalu yang ditanda tangani Pj Teuku Reza Falevi.
Tak berselang lama, DPRK Simeulue pun melayangkan surat ke PT Raja Marga guna memintai keterangan atas persoalan lahan tadi.
Sayang, PT Raja Marga mangkir dari undangan resmi lembaga wakil rakyat Simeulue yang semula digelar pada Senin lalu (19/8/2024). Karena tak hadir, DPRK kembali menyurati.
Setelah surat kedua, PT Raja Marga akhirnya memenuhi permintaan keterangan tersebut, Rabu, (21/8/2024). Disinlah, dituturkan Hamsipar, PT Raja Marga melalui perwakilannya mengakui dan tak menampik pembukaan lahan yang dilakukan memang tanpa memiliki izin resmi.
“Mereka (PT Raja Marga-red) sendiri mengakui aktivitas pembukaan lahan dilakukan dengan tidak ada izin. Saya pikir sudah jelas pelanggaran hukumnya,” ucap Hamsipar kepada wartawan usai pertemuan.
Karena itu, untuk menindaklanjuti persoalan tersebut, Lembaga Legislator Simeulue itu akhirnya menggelar paripurna hasil pansus mereka pada tanggal 28 Agustus 2024 lalu.
Tak main-main, rekomendasi itu ditujukan ke Menteri kehutanan, Menteri ATR/BPN, Mabes Polri Kejagung, Polda Aceh, Kejati Aceh, Gubernur Aceh, Bupati, Kapolres dan Kejari Simeulue.
Tujuannya, agar perkara perambahan hutan Simeulue mendapat atensi khusus dari pemerintah pusat dan Aceh, termasuk sikap tegas dari institusi penegak hukum.
“Demi tegaknya hukum dan keadilan, kita minta kasus perambahan hutan ini diproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Hamsipar lagi.
Hanya saja, ia tak mengurai alasan dilabuhkan hingga kejenjang lebih tinggi. Tapi dari sirat, boleh jadi, karena pihaknya mengedus adanya Backup (beking) dibelakang PT Raja Marga.
Terdapat 11 poin yang menjadi rekomendasi Tim Pansus DPRK Simeulue, diantaranya:
- Raja Marga diminta untuk menghentikan seluruh aktivitas pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit seperti penebangan hutan, land clearing, pembibitan, penanaman, pembangunan sarana jalan dan seluruh aktivitas yang berada di atas lahan perkebunan yang tidak memiliki izin sampai dengan terbitnya izin sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
- Kepada PT. Raja Marga agar mengeluarkan seluruh peralatan operasional perkebunan, alat-alat berat, dan menutup barak karyawan di atas lahan yang tidak memiliki izin sampai dengan terbitnya izin sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
- Kepada PT Raja Marga segera melengkapi dan mengurus izin pembukaan lahan perkebunan sawit serta dokumen lainnya, sesuai peraturan per undang-undangan.
- Kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Simeulue agar dapat memastikan bahwa PT. Raja Marga tidak melakukan aktivitas seperti penebangan hutan, /and clearing, pembibitan, penanaman, pembangunan sarana jalan dan seluruh aktivitas yang berada di atas lahan perkebunan yang tidak memiliki izin sampai dengan terbitnya Izin sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
- Kepada Pemerintah Daerah agar memfasilitasi serta mendorong percepatan pengurusan izin pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit PT. Raja Marga dan dokumen lainnya sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
- Kepada Kepala Kepolisian Resort (KAPORLES) Simeulue agar memasang police line pada areal lahan perkebunan PT. Raja Marga serta seluruh peralatan operasional perksbunan yang terdapat didalamnya, karena tidak memiliki izin berdasarkan dengan peraturan perundangan yang berlaku.
- Kepada Kepala Kepolisian Resort (KAPORLES) Simeulue agar dapat memproses secara hukum seluruh tindakan dan atau perbuatan PT. Raja Marga terhadap pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit yang tidak memiliki izin berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
- Kepada Kepala Kejaksaan Negeri Simeulue agar dapat menuntut seluruh tindakan dan atau perbuatan pelanggaran hukum PT. Raja Marga terhadap pembukaan lahan perkebunan xelapa sawit yang berpotensi merugikan Negara/Daerah secara materiil dan immateriil.
- Kepada seluruh insan perkebunan baik Individu, Badan Usaha, dan Pemerintah yang membuka usaha perkebunan kelapa sawit serta usaha lainnya di Kabupaten Simeulue, agar dapat mematuhi seluruh peraturan per undang undangan yang berlaku.
- Rekomendasi ini turut disampaikan kepada DPR-RI, MABES POLRI, JAKSA AGUNG RI, Menteri Investasi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri ATR/BPN, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Gubernur Aceh, DPRA, POLDA Aceh, KEJATI Aceh, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh, Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Aceh, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Aceh, Bupati Simeulue, KAPORLES Simeulue, Kejaksaan Negeri Simeulue, Badan Kesatuan Pengelolaan Hutan BKPH Simeulue Pada KPH Wilayah IV Aceh, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Simeulue, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perkebunan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten, dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Simeulue.
- Tim Pansus meminta Seluruh Masyarakat Simeulue, Lembaga Swadaya Masyarakat, Mahasiswa dan elemen lainnya agar dapat melakukan pengawalan Rekomendasi Tim Pansus DPRK Simeulue.
Entah benar atau tidak, namun buntut perambahan hutan dengan cara non prosedural ditimpali Ihya Ulumuddin, yang juga anggota DPRK Simeulue, Kamis (22/8/2024) berimbas pada rusaknya ekosistem. Terlebih, alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan secara ilegal bertentangan dengan UU nomor: 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan perusakan hutan.
“Ganjarannya termaktub dalam pasal 83 ayat 1 huruf b. Disebutkan, pelaku perusak hutan dapat dipidana hingga 15 tahun penjara dan denda maksimum 100 miliar rupiah.” Kata Ihya Ulumuddin.
Demikian pula, menduduki kawasan hutan dengan cara tidak sah pun bertentangan dengan Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Jo. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta PP nomor 23 tahun 2021.
“Karenanya, kasus PT Raja Marga ini harus dilidik, agar tidak menjadi preseden buruk dalam penegakan hokum,” tegas Ihya Ulumuddin beberapa waktu lalu.
Disisi lain, langkah DPRK dan sikap tegas pemerintah Simeulue mendapat apresiasi masyarakat. Diantaranya datang dari Johan Jallah. Putra asli Simeulue yang juga Caleg DPRK terpilih periode 2024-2029 ini menyatakan dukungan. Itu diutarakan sebagai bentuk keprihatinan terhadap nasib hutan Simeulue yang mulai diekspansi menjadi ladang ‘cuan’.
Ia menilai PT Raja Marga terkesan semaunya dan seolah kebal hukum. Padahal, sebut Johan, masyarakat lokal sendiri kerap bermasalah jika melakukan penebangan kayu dikawasan hutan tanpa izin.
“Jadi selaku masyarakat, saya mendukung sepenuhnya ketegasan DPRK dan pemerintah Simeulue. Karena ini bukan hanya merugikan masyarakat, tapi juga merugikan Negara,” katanya.
Sementara, perwakilan PT Raja Marga Fuadli Baihaki yang coba beberapa kali dikonfirmasi wartawan Waspada Online (Waspada Group), jum’at, (23/8) lewat telepon seluler tak berhasil tersambung. Begitupun pertanyaan yang diajukan melalui pesan WhatsApp juga tak ada balasan.
Sekilas informasi tentang PT Raja Marga diperoleh dari berbagai sumber. PT Raja Marga mula menginjakan kaki di Simeulue beberapa tahun silam. Awalnya, disana ia diketahui mendirikan Pabrik Mini Kelapa Sawit (PMKS) kurang lebih berkapasitas 25-30 ton perjam untuk menampung hasil produksi sawit petani.
Belakangan PT Raja Marga mulai mengepakan sayap bisnisnya dengan melirik potensi lahan untuk ditanami perkebunan kelapa sawit. Namun sayang, pembukaan lahan tadi terkesan tak patuhi aspek hukum, itu sebabnya muncul permasalahan. Bahkan, pada tahun 2023, kasus perambahan hutan PT Raja Marga sempat jadi perhatian serius DLHK Aceh.
Teranyar, Senin (26/8/2024) mahasiswa menggelar unjuk rasa didua tempat. Aksi puluhan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Cipayung menggelar demo didua tempat. Yaitu, kantor bupati dan DPRK. Subtansi tuntutan, mendesak pemerintah dan Dewan menuntaskan perambahan hutan PT Raja Marga, bukan hanya melalui birokrasi tapi ke ranah hukum.
Informasi terakhir yang diterima media ini, pada Selasa (4/9/2024) PT. Raja Marga terlihat membangkang, karena mereka dilaporkan kembali melakukan aktivitas perambahan hutan, sebelum ada kejelasan terkait persoalan ini.
Nampaknya surat pemberhentian dari Pemerintah Daerah Simeulue yang ditandatangani Pj Bupati Simeulue, Teuku Reza Fahlevi pada tanggal 05 Agustus lalu dan Hasil Rekomendasi Tim Pansus DPRK Simeulue yang telah diparipurnakan tidak berlaku bagi PT. Raja Marga.
Raja Marga mengangkangi dua keputusan Pemerintah Daerah Simeulue tersebut. dan dibarengi dengan belum adanya penegakkan hukum. atas aktivitas pembukaan lahan yang dilakukan oleh PT. Raja Marga di Simeulue, meski hampir 4 tahun sudah melakukan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit secara ilegal.
Diduga ada upaya pembiaran PT. Raja Marga untuk terus beraktivitas. Hal itu terlihat ketika aktivitas PT. Raja Marga yang dihentikan warga Desa Latiung pada rabu, (04/09/2024).
Aktivitas ini membuktikan PT. Raja Marga kebal hukum sudah dikeluarkan surat pemberhentian oleh Pemerintah Daerah maupun hasil tim Pansus yang telah diparipurnakan.
Padahal dalam rekomendasi Tim Pansus DPRK Simeulue pada poin 1 disebutkan bahwa PT. Raja Marga diminta untuk menghentikan seluruh aktivitas pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit seperti penebangan hutan, land clearing, pembibitan, penanaman, pembangunan sarana jalan dan seluruh aktivitas yang berada di atas lahan perkebunan yang tidak memiliki izin sampai dengan terbitnya izin sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Dan pada poin 2 disebutkan PT. Raja Marga agar mengeluarkan seluruh peralatan operasional perkebunan, alat-alat berat, dan menutup barak karyawan di atas lahan yang tidak memiliki izin sampai dengan terbitnya izin sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Sementara pada poin 6 disebutkan Kepada Kepala Kepolisian Resort (KAPORLES) Simeulue agar memasang police line pada areal lahan perkebunan PT. Raja Marga serta seluruh peralatan operasional perksbunan yang terdapat didalamnya, karena tidak memiliki izin berdasarkan dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Dalam sebuah video amatir yang diterima media ini, aktivitas prambahan hutan PT. Raja Marga tersebut menuai protes dari masyarakat Latiung dan memberhentikan aktivitas Raja Marga itu.
Pada saat menghentikan aktivitas perambahan hutan di Latiung, seorang tokoh masyarakat Desa Pasir Tinggi meneriakkan dan mempertanyakan hasil Pansus DPRK Simeulue yang terkesan tidak berlaku bagi PT. Raja Marga.
“Keputusan Tim Pansus dimana sekarang?,” teriak salah tokoh masyarakat Desa Pasir Tinggi. Rosbian alias Alung.
Lantas seperti apa kelanjutan persoalan PT Raja Marga ini?. Akankan berproses hukum atau hanya sebatas sanksi admnistrasi?. Waktu yang menjawab.