Iklan Diskopukm Aceh
Iklan Diskopukm Aceh
Aceh  

Iuran Komite Capai Rp576 Juta, SaKA Menduga Ada Penyelewengan di SMK Negeri 1 Abdya

Lembaga advokasi itu menilai, praktik yang diduga dilakukan oknum kepala sekolah berpotensi merugikan keuangan sekolah hingga ratusan juta rupiah sekaligus meruntuhkan kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan.

20230223 img 20230223 085233
Miswar

Aceh Barat Daya – Yayasan Supremasi Keadilan Aceh (SaKA) mendesak aparat kepolisian di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) agar segera mengusut tuntas dugaan penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta dana komite di SMK Negeri 1 Kabupaten setempat.

Lembaga advokasi itu menilai, praktik yang diduga dilakukan oknum kepala sekolah berpotensi merugikan keuangan sekolah hingga ratusan juta rupiah sekaligus meruntuhkan kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan.

Ketua SaKA, Miswar, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan investigasi lapangan terkait penggunaan dana BOS di sekolah tersebut.

Hasilnya, ditemukan sejumlah indikasi kuat adanya penyalahgunaan anggaran yang seharusnya digunakan untuk mendukung kebutuhan belajar siswa.

“Berdasarkan temuan kami, dana BOS dikelola langsung oleh kepala sekolah tanpa melibatkan pihak lain dan minim transparansi. Banyak kejanggalan yang kami dapati, bahkan penggunaan dana itu diduga kuat tidak sesuai dengan juknis (petunjuk teknis) yang berlaku,” ujar Miswar kepada wartawan, Rabu (20/8/2025).

Ia menegaskan, praktik semacam ini jika tidak segera dihentikan akan menjadi preseden buruk bagi sekolah-sekolah lain.

“Kalau dibiarkan, bukan tidak mungkin kepala sekolah lain meniru pola serupa. Akibatnya, masyarakat akan semakin tidak percaya kepada lembaga pendidikan karena justru menjadi lahan mencari keuntungan pribadi oleh oknum tertentu,” tambahnya.

BACA JUGA:  Melalui Syariah Career Talk di USK, BSI Komit Cetak Generasi Muda Ekonomi Syariah

Selain dana BOS, SaKA juga menyoroti pungutan dana komite yang diberlakukan kepada seluruh siswa.

Menurut Miswar, setiap murid diwajibkan membayar iuran sebesar Rp30 ribu per bulan. Dengan jumlah siswa sekitar 800 orang, dana yang terkumpul setiap bulannya mencapai Rp24 juta.

“Jika ditotal, selama lebih kurang dua tahun sejak kepemimpinan Kepala Sekolah Irma Suryani, pungutan komite itu sudah mencapai Rp576 juta. Namun, penggunaannya tidak jelas dan tidak pernah dipublikasikan secara transparan kepada orang tua siswa,” ungkap Miswar.

Ia menambahkan, praktik pungutan komite yang dilakukan tanpa kejelasan manfaat bagi siswa sangat merugikan.

“Padahal, sesuai aturan, pungutan dana komite harus bersifat sukarela, bukan wajib apalagi ditentukan jumlah pastinya. Di sini jelas ada pelanggaran prinsip,” tegasnya.

Sebagai informasi, dana BOS merupakan bantuan pemerintah pusat untuk menunjang biaya operasional nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar dan menengah.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 63 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis BOS Reguler, pengelolaan dana BOS wajib dilakukan secara transparan, akuntabel, dan melibatkan komite sekolah. Kepala sekolah tidak diperkenankan mengelola dana secara sepihak.

Sementara itu, terkait pungutan komite, Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah menegaskan bahwa komite hanya dapat melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lain secara sukarela. Pungutan tidak boleh memberatkan orang tua siswa, apalagi diwajibkan dengan nominal tertentu.

BACA JUGA:  SaKA Desak Polres Abdya Usut Tuntas Sabung Ayam di Kuala Batee

“Kalau pungutan sifatnya wajib, itu bukan lagi sumbangan, melainkan iuran yang bertentangan dengan aturan. Ini bisa dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli),” jelas Miswar.

Miswar kembali menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Ia menilai, dugaan penyelewengan dana BOS dan dana komite bukan hanya persoalan administrasi, melainkan bentuk kejahatan yang merugikan hak anak-anak.

“Dana pendidikan itu amanah negara. Kalau ada oknum kepala sekolah yang berani bermain-main dengan dana BOS atau komite, itu sama saja merampas hak siswa untuk mendapatkan layanan pendidikan yang layak,” tegasnya.

Menurut Miswar, aparat penegak hukum harus bertindak cepat agar praktik serupa tidak menjalar ke sekolah lain.

“Kalau aparat diam, berarti mereka ikut melanggengkan korupsi pendidikan. Kami tidak ingin anak-anak Abdya tumbuh dalam sistem sekolah yang bobrok karena ulah segelintir orang,” pungkasnya.

Kasus dugaan penyelewengan dana BOS dan dana komite di SMK Negeri 1 Abdya ini kini menjadi sorotan publik.

Dengan potensi kerugian mencapai Rp576 juta hanya dari iuran komite, ditambah indikasi penyalahgunaan dana BOS, masyarakat berharap aparat penegak hukum segera mengambil langkah tegas.

Dunia pendidikan, kata banyak pihak, seharusnya menjadi ruang untuk mencerdaskan generasi, bukan arena mencari keuntungan pribadi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *