Iklan Diskopukm Aceh
Iklan Diskopukm Aceh
Opini  

Menjadikan Mengajar sebagai Prioritas Utama: Tantangan Guru dalam Mencari Jam Mengajar

Nurmansyah
Nurmansyah Salah satu Warga Kutamakmur Kabupaten Aceh utara. (Foto: hariandaerah/Irwansyah)

LHOKSEUMAWE – Di balik gemerlapnya dunia pendidikan, terdapat suatu kenyataan yang mungkin belum terlalu disorot secara mendalam: perjuangan guru dalam mencari jam mengajar. Bagaimana bisa? Seorang guru seharusnya terlibat dalam tugas utamanya: mengajar, bukan mencari jam ngajar di sana-sini.

Pentingnya fokus pada mengajar menjadi krusial dalam memahami esensi profesi seorang guru. Guru bukan hanya seorang pengajar, tetapi juga pendidik yang memegang peran kunci dalam pembentukan karakter dan pengetahuan generasi penerus bangsa. Mencari jam ngajar yang tidak seharusnya merupakan fokus utama mereka bisa menggeser perhatian dari esensi tugas pokok mereka.

Pemerintah, sebagai pengatur dan penentu kebijakan pendidikan, memiliki tanggung jawab besar dalam menyeimbangkan antara merekrut guru baru dan memastikan kecukupan jam mengajar bagi setiap guru yang telah ada. Merekrut guru baru saja tidaklah cukup jika tidak diiringi dengan pemberian jam mengajar yang memadai bagi mereka.

Terlalu sering kita mendengar tentang guru yang harus mencari jam mengajar tambahan di sekolah lain, bahkan harus bergantung pada sistem rotasi untuk memenuhi kebutuhan akan jam mengajar minimal.

PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) sebagai dua bentuk pegawai yang banyak terlibat dalam dunia pendidikan, tidak boleh diabaikan dalam hal ini. Mereka juga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan jam mengajar yang memadai tanpa harus mengorbankan kualitas pengajaran atau memaksakan diri mencari jam di sekolah lain. Kecukupan jam mengajar ini menjadi kunci dalam menjaga semangat dan dedikasi mereka dalam melaksanakan tugas mengajar dengan baik.

BACA JUGA:  Personel Polres Lhokseumawe Amankan Penyaluran Bantuan Pangan

Selain itu, pemerataan jumlah guru dan jam mengajar per rombel juga sangat penting. Pemerataan ini bukan hanya sekadar memastikan setiap rombel memiliki guru pengajar, tetapi juga untuk mengoptimalkan waktu dan tenaga guru agar pembelajaran dapat berjalan efektif. Ketidakseimbangan dalam jumlah guru dan jam mengajar per rombel bisa berdampak negatif pada kualitas pembelajaran, terutama jika beberapa rombel kekurangan guru sementara yang lain kelebihan.

Dengan demikian, diperlukan perhatian serius dari pemerintah dalam memperbaiki sistem penempatan guru dan pengaturan jam mengajar. Pemerintah tidak hanya berfokus pada merekrut guru baru, tetapi juga memastikan bahwa setiap guru yang telah ada mendapatkan alokasi jam mengajar yang memadai, tanpa harus terjerat dalam rutinitas mencari jam tambahan di sekolah lain.

Selain itu, pemerataan jumlah guru dan jam mengajar per rombel juga harus menjadi fokus dalam rangka menjaga kualitas pembelajaran di setiap tingkat pendidikan.

Melalui langkah-langkah ini, kita dapat memberikan dukungan yang lebih baik kepada para pendidik kita, memastikan bahwa mereka dapat melaksanakan tugas utama mereka dengan penuh dedikasi dan fokus, yaitu mengajarkan dan mendidik generasi penerus bangsa dengan sebaik-baiknya.

Dengan demikian pada sisi lain perubahan jumlah jam pelajaran (JP) pada Mata Pelajaran (Mapel) Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, Bahasa Indonesia, serta Bahasa Inggris antara Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka Belajar, perlu dipertimbangkan implikasinya terhadap pendidikan di Indonesia.

Pertama, pengurangan jumlah JP pada Mapel Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti dari 3 JP menjadi 2 JP dalam Kurikulum Merdeka Belajar menimbulkan pertanyaan mengenai fokus pada pembentukan karakter dan moral siswa.

BACA JUGA:  Patroli di Area SPBU: Polres Lhokseumawe Jaga Keamanan Masyarakat

Meskipun tetap ada dalam kurikulum, pengurangan ini memerlukan perhatian ekstra dalam penyampaian nilai-nilai keagamaan dan budi pekerti di tengah tantangan moral yang semakin kompleks.

Kedua, penurunan jumlah JP pada Mapel Bahasa Indonesia dari 6 JP menjadi 5 JP dalam Kurikulum Merdeka Belajar menunjukkan adanya penyesuaian terhadap kebutuhan siswa dalam pembelajaran bahasa ibu.

Meskipun demikian, penting untuk memastikan bahwa kualitas pembelajaran tetap terjaga dan siswa mampu menguasai keterampilan berbahasa yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dan akademik.

Ketiga, pengurangan JP pada Mapel Bahasa Inggris dari 4 JP menjadi 3 JP dalam Kurikulum Merdeka Belajar menyoroti perubahan prioritas dalam kurikulum. Hal ini menegaskan pentingnya penekanan pada kompetensi bahasa Inggris sebagai salah satu keterampilan global yang diperlukan dalam era globalisasi.

Namun demikian, dengan pengalihan sebagian JP dari jenjang SMP/MTs untuk Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, hal ini perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap dampaknya terhadap pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Pengalihan ini menandai upaya untuk memperkuat pemahaman dan implementasi nilai-nilai Pancasila di kalangan pelajar, yang menjadi landasan moral dan ideologis bangsa Indonesia.

Kesimpulannya, perubahan jumlah JP pada Mapel Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, Bahasa Indonesia, serta Bahasa Inggris dalam Kurikulum Merdeka Belajar menunjukkan dinamika dalam pengaturan kurikulum pendidikan Indonesia.

Sementara itu, pengalihan sebagian JP untuk Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila menandai komitmen untuk memperkuat karakter dan nilai-nilai kebangsaan di kalangan pelajar.

Namun, perubahan ini memerlukan evaluasi terus menerus untuk memastikan bahwa tujuan pendidikan nasional tercapai secara optimal dalam konteks perubahan global yang terus berkembang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *